kalian akan dipengaruhinya”.
Namun, setiap pagi Muhammad Rasulullah SAW mendatanginya denganmembawakan makanan, dan tanpa berucap sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapkan makanan yang dibawanya kepada pengemis itu sedangkan pengemis itu tidak mengetahui bahawa yang menyuapinya itu adalah Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW melakukan hal ini setiap hari sampai beliau wafat.
Setelah wafatnya Rasulullah SAW, tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari sahabat terdekat Rasulullah SAW yakni Abubakar RAberkunjung ke rumah anaknya Aisyah RA yang tidak lain tidak bukanmerupakan isteri Rasulullah SAW dan beliau bertanya kepada anaknya itu,
“Anakku, adakah kebiasaan kekasihku yang belum aku kerjakan?”. Aisyah RA menjawab, “Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah dan hampir tidak ada satu kebiasaannya pun yang belum ayah lakukan kecuali satu saja”.
Apakah Itu?”, tanya Abubakar RA.
“Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi kehujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang ada disana”, kata Aisyah RA.
Keesokan harinya Abubakar RA pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu. Abubakar RA mendatangi pengemis itu lalu memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar RA mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil mengherdik, “Siapakah kamu ?”.
Abubakar RA menjawab, “Aku orang yang biasa.”
“Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku”, bantah sipengemis buta itu.
“Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidaksusah mulut ini mengunyah.
Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebihdahulu dihaluskannya makanan tersebut setelah itu ia berikan padaku”,pengemis itu melanjutkan perkataannya.
Abubakar RA tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambilberkata kepada pengemis itu, “Aku memang bukan orang yang biasa datang kepadamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW”.
Seketika itu juga pengemis itu pun menangis mendengar penjelasanAbubakar RA, dan kemudian berkata, “Benarkah demikian?
Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, dia tidak pernahmemarahiku sedikitpun, dia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, dia begitu mulia….
Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abubakar RA.
Saat itu juga dan sejak hari itu menjadi muslim.
Nah, wahai saudaraku, bisakah kita meneladani kemuliaan akhlaqRasulullah SAW? Atau adakah setidaknya berniat untuk meneladani beliau?
Beliau adalah ahsanul akhlaq, semulia-mulia akhlaq. Kalaupun tidakbisa kita meneladani beliau seratus peratus, alangkah baiknya kitaberusaha meneladanisedikit demi sedikit, kita mulai dari apa yang kita sanggup melakukannya.
No comments:
Post a Comment