Friday, March 30, 2012

Bersediakah menjadi mayat?



"Kalau sekiranya kamu dapat melihat malaikat-malaikat mencabut nyawa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka serta berkata, "Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar."(niscaya kamu akan merasa sangat ngeri) (QS. Al-Anfal {8} : 50).

"Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya (sambil berkata), "Keluarkanlah nyawamu !"

Pada hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karenakamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan kerena kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya". (Qs. Al- An'am : 93).

Cara Malaikat Izrail mencabut nyawa tergantung dari amal perbuatan orang yang bersangkutan, bila orang yang akan meninggal dunia itu durhaka kepada Allah, maka Malaikat Izrail mencabut nyawa secara kasar.

Sebaliknya, bila terhadap orang yang soleh, cara mencabutnya dengan lemah lembut dan dengan hati-hati. Namun demikian peristiwa terpisahnya nyawa dengan raga tetap teramat menyakitkan.

"Sakitnya sakaratul maut itu, kira-kira tiga ratus kali sakitnya dipukul pedang".

(H.R. Ibnu Abu Dunya).

Di dalam kisah Nabi Idris a.s, beliau adalah seorang ahli ibadah, kuat mengerjakan sholat sampai puluhan raka'at dalam sehari semalam dan selalu berzikir didalam kesibukannya sehari-hari.

Catatan amal Nabi Idris a.s yang sedemikian banyak, setiap malam naik ke langit. Hal itulah yang sangat menarik perhatian Malaikat Maut, Izrail. Maka bermohonlah ia kepada Allah Swt agar di perkenankan mengunjungi Nabi Idris a.s. di dunia.

Allah Swt, mengabulkan permohonan Malaikat Izrail, maka turunlah ia ke dunia dengan menjelma sebagai seorang lelaki tampan, dan bertamu kerumah Nabi Idris.

"Assalamu'alaikum, yaa Nabi Allah". Salam Malaikat Izrail, "Wa'alaikum salam wa rahmatulloh". Jawab Nabi Idris a.s. Beliau sama sekali tidak mengetahui, bahwa lelaki yang bertamu ke rumahnya itu adalah Malaikat Izrail.

Seperti tamu yang lain, Nabi Idris a.s. melayani Malaikat Izrail, dan ketika tiba saat berbuka puasa, Nabi Idris a.s. mengajaknya makan bersama, namun di tolak oleh Malaikat Izrail. Selesai berbuka puasa, seperti biasanya, Nabi Idris a.s mengkhususkan waktunya "menghadap". Allah sampai keesokan harinya. Semua itu tidak lepas dari perhatian Malaikat Izrail. Juga ketika Nabi Idris terus-menerus berzikir dalam melakukan kesibukan sehari-harinya, dan hanya berbicara yang baik-baik saja.

Pada suatu hari yang cerah, Nabi Idris a.s mengajak jalan-jalan "tamunya" itu ke sebuah perkebunan di mana pohon-pohonnya sedang berbuah, ranum dan menggiurkan. "Izinkanlah saya memetik buah-buahan ini untuk kita" pinta Malaikat Izrail (menguji Nabi Idris a.s).

"Subhanallah, (Maha Suci Allah)" kata Nabi Idris a.s.
"Kenapa ?" Malaikat Izrail pura-pura terkejut.
"Buah-buahan ini bukan milik kita". Ungkap Nabi Idris a.s. Kemudian Beliau berkata:"Semalam anda menolak makanan yang halal, kini anda menginginkan makanan yang haram".

Malaikat Izrail tidak menjawab. Nabi Idris a.s perhatikan wajah tamunya yang tidak merasa bersalah. Diam-diam beliau tertanya-tanay  tentang tamu yang belum dikenalnya itu.

Siapakah gerangan ? pikir Nabi Idris a.s. "Siapakah engkau sebenarnya ?" tanya Nabi Idris a.s.

"Aku Malaikat Izrail". Jawab Malaikat Izrail. Nabi Idris a.s terkejut, hampir tak percaya, seketika tubuhnya bergetar tak berdaya.

"Apakah kedatanganmu untuk mencabut nyawaku ?" selidik Nabi Idris a.s serius.

"Tidak" Senyum Malaikat Izrail penuh hormat."Atas izin Allah, aku sekedar berziarah kepadamu". Jawab Malaikat Izrail.

Nabi Idris manggut-manggut, beberapa lama kemudian beliau hanya terdiam.

"Aku punya keinginan kepadamu". Tutur Nabi Idris a.s

"Apa itu ? katakanlah !". Jawab Malaikat Izrail.

"Kumohon engkau bersedia mencabut nyawaku sekarang. Lalu mintalah kepada Allah SWT untuk menghidupkanku kembali, agar bertambah rasa takutku kepada-Nya dan meningkatkan amal ibadahku". Pinta Nabi Idris a.s.

"Tanpa seizin Allah, aku tak dapat melakukannya", tolak Malaikat Izrail.

Pada saat itu pula Allah SWT memerintahkan Malaikat Izrail agar mengabulkan permintaan Nabi Idris a.s. Dengan izin Allah Malaikat Izrail segera mencabut nyawa Nabi Idris a.s. sesudah itu beliau wafat.

Malaikat Izrail menangis, memohonlah ia kepada Allah SWT agar menghidupkan Nabi Idris a.s. kembali. Allah mengabulkan permohonannya. Setelah dikabulkan Allah Nabi Idris a.s. hidup kembali.

"Bagaimanakah rasa mati itu, sahabatku ?" Tanya Malaikat Izrail.

"Seribu kali lebih sakit dari binatang hidup dikuliti". Jawab Nabi Idris a.s. "Caraku yang lemah lembut itu, baru kulakukan terhadapmu". Kata Malaikat Izrail.

MasyaAllah, lemah-lembutnya Malaikat Maut (Izrail) itu terhadap Nabi Idris a.s. Bagaimanakah jika sakaratul maut itu, datang kepada kita ?

Siapkah kita untuk menghadapinya ?

Jangan risau, kita dicintai

Ada dua cinta yang hakiki dan tak pernah luntur, iaitu cinta Allah kepada hamba-Nya dan cinta ibu terhadap anaknya. Namun keduanya memiliki nilai berbeza.

Cinta Allah itu adalah cinta yang tidak terbatas. Hakikat dan besarnya cinta itu tidak boleh dipersamakan dengan kasih sayang sesiapa pun. Allah SWT berfirman, ”Rahmat (kasih sayang)-Ku meliputi segala sesuatu.” (QS Al-A’raf [7]:156).

Untuk memberikan gambaran kepada umat tentang kasih sayang Allah, Rasulullah mengibaratkan bahawa kasih sayang Allah itu berjumlah seratus,  sembilan puluh sembilan disimpan manakala satu bahagian lagi dibahagi-bahagikan kepada seluruh manusia. Dengan satu bahagian itu saja, segala keperluan makhluk sudah mungkin mencukupi.

1.Al-Quran

Ada beberapa bukti nyata daripada bukti-bukti tentang besarnya cinta Allah kepada manusia. Bukti cinta yang pertama adalah diturunkannya Al-quran. Allah SWT, Al Khaliq tidak membiarkan kita berada dalam  kebingungan dalam menjalani hidup. Dia menurunkan Al-quran sebagai penuntun hidup kita , agar kita dapat meraih bahagia di dunia dan akhirat. Firman-Nya, ”Kitab ini tidak ada keraguan padanya; (merupakan) petunjuk bagi mereka yang bertakwa.” (QS Al Baqarah [2] : 2).


Dalam ayat lain difirmankan pula, ”Sebenarnya Al-quran itu adalah kebenaran (yang datang) dari Tuhanmu, agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang belum datang kepada mereka orang yang memberi peringatan sebelum kamu; agar mereka mendapat petunjuk.”(QS As-Sajdah [32]: 3).

2. Rasul


Seterusnya, Allah mengutus para rasul kepada kita. Secara fitrahnya, setiap manusia memerlukan teladan yang boleh  dijadikannya sebagai rujukan. Untuk memenuhi keperluan itulah, Allah mengutus para Rasul. Dalam QS Al An’am [6] ayat 48, Allah SWT berfirman, ”Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberi kabar gembira dan memberi peringatan. Barang siapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”. Inilah bukti kecintaan Allah yang kedua. Dia tidak membiarkan manusia berjalan “sendirian”. Dia mengurniakan teman terbaik yang akan menemani manusia menuju jalan kebahagiaan, mengenalkan manusia kepada Tuhannya, sekaligus menjadi model manusia yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.

Firman-Nya, Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (iaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (QS Al Ahzab [33]:21).


Kita yang hidup tidak sezaman dengan Rasulullah SAW, dapat membuka warisannya berupa hadis dan sunah. Di dalamnya terdapat penjelasan yang terperinci tentang semua ajaran Allah. Ajaran itu adalah  yang berisi tentang petunjuk tentang menjalin hubungan dengan Allah (hablum minallah) dan dengan manusia (hablum
minannas). Di dalamnya kita juga akan mendapat gambaran tentang peribadi mulia Rasulullah SAW sebagai teladan paling baik.

3. Alam Semesta

Seterusnya, Allah menciptakan  alam semesta kepada kita. Allah SWT tidaklah menciptakan alam semesta tanpa tujuan. Dia menjadikan semua yang ada di bumi dan di langit untuk memenuhi keperluan manusia. Difirmankan, Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu, kemudian Dia menuju langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu (QS Al Baqarah [2]: 29).

Seluruh hasil yang ada di dalam dan permukaan bumi dihamparkan untuk diambil manfaatnya oleh manusia. Tidak ada satu pun makhluk di alam ini yang tidak bermanfaat. Allah telah menciptakan alam dengan sangat sempurna, sehingga manusia dapat hidup di dalamnya dengan nyaman. Perjalanan siang dan malam, rantai makanan antara makhluk hidup sampai pada lingkungan tempat ia hidup, semuanya telah diatur dengan hukum-Nya.

4. Allah Maha Pengampun

Bukti keempat adalah luasnya keampunan Allah SWT. Sebanyak mana pun dosa manusia, Allah pasti akan mengampuninya, asalkan ia betul-betul bertaubat. Allah SWT telah berjanji dalam Al-quran, ”Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu, mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya.” (QS Hud 
[11]: 3)


Tangan Allah terbuka setiap saat bagi orang yang hendak bertaubat. Rasulullah SAW bersabda, “Allah membentangkan tangan-Nya di malam hari agar orang yang berbuat keburukan di siang hari bertaubat, dan membentangkan tangan-Nya di siang hari agar orang yang berbuat keburukan di malam hari bertaubat. (Ini akan terus berlaku) hingga matahari terbit dari arah Barat (HR Muslim).

Allah akan mengampuni semua dosa, sekalipun dosanya sepenuh isi bumi, “Wahai manusia, sekiranya kamu datang kepada-Ku dengan membawa dosa seisi bumi kemudian kamu bertemu Aku dengan dalam kedaan tidak menyekutukan Aku dengan sesuatu apa pun, niscaya Aku datang kepadamu dengan membawa ampunan seisi bumi pula,” demikian bunyi sebuah hadis qudsi yang diriwayatkan Imam Tirmidzi.

5. Allah memberi rezeki

Allah adalah Al Razzaq, Maha Pemberi Rezeki. Setiap makhluk diberi-Nya rezeki agar mereka dapat hidup dan beribadah kepada Allah SWT. Tidak ada satu pun makhluk yang tidak diberi rezeki, termasuk manusia. Firman-Nya, Katakanlah, ‘Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)’. Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah sebaik-baik pemberi rezeki.” (QS Saba [34]: 39).


Demikian pula makhluk yang lain. ”Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfudz).” (QS Hud [11]: 6)

Inilah tanda bukti cinta Allah yang kelima. Setiap kita telah diberi baghagian rezeki masing-masing. Yang perlu dilakukan adalah berikhtiar mencari rezeki itu. Allah memberi kasih sayang-Nya yang tak terbatas agar kita bersyukur. Dan syukur yang paling utama adalah mengabdi dengan tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun.

*Wallahu a’lam*.

Tuesday, March 27, 2012

Lima Perkara & Konflik

| hidup, beginilah |
Assalamualaikum dan salaam sejahtera, salam 1Ummah.

Menjadi seorang manusia, memang dalam dunia kita tidak dapat lari dari persoalan MEMILIH. Pernah tidak, kamu berhadapan dengan suatu situasi sukar yang menuntut bukan saja akal, malah iman. Kadang-kala, pilihan yang ingin dibuat terasa sukar, kerana ada 'bisikan-bisikan' yang sama ada baik mahupun buruk dari manusia, syaitan, fitrah (nafsu, boleh jadi), iman dan akal. Lima perkara ini sering saja bertelagah dalam menjadi rujukan untuk suatu pemilihan.

Untuk mengelakkan kekaburan idea, penulis beri contoh: ikhtilat (revisi usrah lepas). Dalam kelas, kamu diminta untuk duduk secara berpasangan bagi melakukan pembentangan. Kebetulan, hanya kamu dan seorang lagi yang berlawanan jantina dengan kamu yang belum ada 'pair'. Maka, kamu mahu tidak mahu terpaksa akur. Dalam akur itu, timbullah pertelagahan lima perkara tadi:
a. "Alah, niatkan kerana Allah SWT. Mesti tidak apa-apa..." 
b. "Tapi, bagaimana jika zina mata berlaku? Kamu mana boleh percayakan diri kamu seratus-peratus. Better change your partner, kurangkan risiko." 
c. "Rasionalnya, bagitahu pensyarah untuk menukarkan kamu dengan orang lain. Kan habis cerita." 
d. "Tapi kalau kamu minta begitu, mesti pasangan kamu kecil hati, kan? Pensyarah mesti nampak kamu ni pelajar yang sangat melechkan. Stay jerlah." 
e. "Kau ini, lapuk betul. Biasalah zaman sekarang, mesti bercampur gaul. Mana boleh duduk bawah takuk lama jer!" 
Penulis tidak pasti jika para pembaca budiman mengalami situasi 'hostile' seperti ini, tapi penulis secar aperibadinya kadang-kadang saja merasakan konflik hebat sebegini. Bilamana akal, manusia, syaitan, fitrah (nafsu, boleh jadi) dan iman bergaduh: apa perlu kita lakukan. Nasihat penulis:

1. Gunakan tiga soalan untuk memastikan keputusan wajar. Tanya: "Adakah ianya baik?", "Adakah ianya perlu?" dan "Adakah ianya betul?". Bila suatu perkara melepasi segala soalan ini, maka teruskan. Contoh, istuasi ikhtilat di atas. Tanyalah "Adakah perkara ini perlu, baik natijahnya dan benar pula caranya?" Hah, dapatlah.

2. Dahulukanlah iman melebihi segalanya. Macam mana nak tahu mana satu bisikan iman, mana satu bisikan syaitan dan lain-lain? Mudah. Rujuk Al-Qur'an, hadith dan kitab-kitab agama. Bila mana ianya sejalan dengan syara', maka itulah jalan keimanan. Di sini kita dapat lihat jugakan, betapa pentingnya ilmu. Belajarlah (pesanan untuk sidang pembaca dan penulis, terutamanya).

3. Istighfar dan takwa. Penulis melihat banyak abang-abang senior lakukan ini dan penulis kagum sangat, sangat. Kalau penulis merujuk mereka dan mereka lupa, cepat-cepat mereka beristighfar. Supaya akal tunduk, syaitan menjauh, manusia tersingkir dari pemilihan (kerana takwa ada dalam istighfar), fitrah mengalah dan iman bersinar. Sentiasa ingat bahawa Allah selalu dapat melihat hati kita dan nawaitu kita. Maka, berpandukan itu, keputusan selalu berlandaskan ketakwaan kepada Allah, inshaAllah.

Sebagai kesimpulan, kita tidak perlu lari dari konflik lima perkara ini (ada banyak lagi perkara, sebenarnya), sebab kita tidak boleh lari dari masalah untuk selamanya, melainkan akan menyebabkan ianya bengkak dan membebankan. Hadapi masalah dengan iman dan akal, dan teruslah mengingati Allah SWT dan kematian yang sangat dekat dengan kita. Semoga dengan itu, kita mampu meneguhkan diri dan pendirian pada jalan fisabilillahir Rahiim. InshaAllah.